Menemukan Jiwa Budaya di Panggung Cak Durasim: Refleksi dari Sebuah Pertunjukan Teater Jawa

 


Suatu malam di Surabaya, saya duduk tenang di dalam sebuah gedung teater yang namanya begitu lekat dengan sejarah kesenian Jawa Timur Gedung Cak Durasim. Lampu ruangan diredupkan, tirai panggung tertutup rapat, dan suara gamelan mulai perlahan terdengar mengisi ruangan. Saat itu, saya tahu, saya tidak sedang menyaksikan pertunjukan biasa. Saya sedang bersiap untuk masuk ke dalam dunia yang berbeda dunia budaya Jawa yang hidup di atas panggung teater.

Sebagai mahasiswa Ekonomi Pembangunan yang tengah mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, saya mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi tidak hanya ilmu di dalam kelas, tetapi juga kekayaan budaya lokal secara langsung. Menonton pertunjukan teater ini bukan bagian dari kurikulum formal, namun justru menjadi pengalaman belajar yang jauh lebih bermakna daripada sekadar teori.

Pertunjukan malam itu mengangkat tema kebudayaan Jawa. Aktor-aktor mengenakan kostum tradisional, menari dan berdialog dalam bahasa Jawa yang penuh filosofi. Gerakan mereka terukur, ekspresi mereka kuat, dan setiap adegan disampaikan dengan intensitas emosional yang membuat saya benar-benar terpaku. Teater ini mengisahkan tentang dinamika kehidupan masyarakat Jawa antara kekuasaan, cinta, spiritualitas, dan keharmonisan dengan alam.



Melalui pentas ini, saya menyadari bahwa teater bukan hanya alat hiburan, tetapi juga media pewarisan nilaialat kritik sosial, dan ruang refleksi kolektif. Saya menyaksikan bagaimana simbol-simbol budaya yang mungkin selama ini hanya saya kenal lewat buku, kini hadir secara nyata dan menyentuh secara emosional.

Gedung Cak Durasim sendiri memiliki aura tersendiri. Sebagai pusat kegiatan seni dan budaya di Jawa Timur, gedung ini menjadi saksi bisu lahirnya banyak karya kreatif dari para seniman lokal. Dan malam itu, saya merasa menjadi bagian dari perjalanan budaya yang terus hidup, bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dijaga dan diteruskan.

Pengalaman ini memberikan perspektif baru bagi saya. Bahwa pembangunan termasuk pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kekuatan budaya. Identitas lokal, seni tradisional, dan kearifan budaya adalah modal penting yang sering terabaikan dalam narasi pembangunan modern.

Melalui program ini, saya belajar bahwa menjadi mahasiswa merdeka bukan hanya tentang berpindah kampus, tapi tentang membuka mata dan hati untuk melihat wajah Indonesia dari sisi yang lebih dalam. Dan malam itu, panggung kecil di Gedung Cak Durasim telah mengajarkan saya makna yang besar: budaya bukan masa lalu yang harus ditinggalkan, melainkan jati diri yang harus terus dihidupkan.

Posting Komentar

0 Komentar